Sabtu, 21 Juli 2007

PERANAN GURU DAN DOSEN

PERANAN GURU DAN DOSEN
SEBAGAI TENAGA PENDIDIK PROFESIONAL

I. PENDAHULUAN
Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa d an meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;
Merosotnya mutu pendidikan di tanah air ditandai oleh banyak hal, seperti rendahnya tingkat kelulusan Ujian Akhir Nasional (UAN), turunnya peringkat Indonesia di tingkat negara-negara berkembang, bahkan di tingkat negara-negara Asia Tenggara dalam berbagai kemampuan, dan kemudian oleh ketertinggalan kita dari negara yang pernah belajar dari Indonesia. Mutu pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor, salah satu di antaranya adalah guru dan dosen. Meskipun faktor-faktor lain ikut mempunyai andil dalam merosotnya mutu pendidikan, namun, guru dan juga dosen dapat dikatakan merupakan salah satu faktor penentu karena guru dan dosenlah yang secara terprogram berinteraksi dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Berbicara tentang guru dan dosen, tentu tidak dapat terlepas dari citra dan kualitas guru dan dosen yang semakin memudar. Kenyataan menunjukkan bahwa sejak lebih dari dua dasa warsa terakhir, pekerjaan guru dan dosen tidak menarik lagi, sehingga hanya dipilih oleh mereka yang tidak mempunyai pilihan lain. Meskipun demikian, harus diakui bahwa tidak semua guru dan dosen seperti itu. Masih banyak guru yang mendedikasikan dirinya dalam bidang pendidikan ini karena memang benar-benar menyadari pentingnya pendidikan dan pentingnya peran guru dan dosen dalam membina generasi penerus yang akan menentukan nasib bangsa di masa yang akan datang. Namun, kenyataan masih tetap tak terbantahkan, bahwa menjadi guru dan dosen bukan merupakan pilihan utama putra-putri terbaik bangsa.
Upaya untuk menjadikan jabatan guru dan dosen sebagai jabatan profesional telah dilakukan sejak tahun 1977. Namun, baru sekitar 28 tahun kemudian mulai tampak ada tanda-tanda akan terwujudnya profesionalisasi jabatan guru dan dosen tersebut, mula-mula dengan terbitnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan kemudian, yang paling utama, diberlakukannya UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Tentu saja hal ini merupakan sesuatu yang sangat menjanjikan. Namun, masih banyak yang perlu digarap untuk meraih janji-janji tersebut dalam mewujudkan profesionalisasi jabatan guru dan dosen , bukan saja karena kompleksnya masalah yang harus dihadapi, tetapi juga karena terdapatnya distorsi konseptual tentang kompetensi guru dan dosen dalam PP No. 19/2005, yang berlanjut dalam UU No. 14/2005.
Salah satu upaya yang diamanatkan oleh PP No. 19/2005 dan UU No. 14/2005 dalam menjadikan jabatan guru dan dosen sebagai jabatan profesional untuk meningkatkan citra guru dan dosen adalah pendidikan profesi yang memungkinkan guru dan dosen menguasai kompetensi utuh sehingga berpeluang memberikan layanan ahli yang andal yang diharapkan mampu menyumbang kepada peningkatan kualitas pendidikan. Kepemilikan kompetensi yang tercermin dalam kemampuan memberikan layanan ahli ini akan ditandai dengan pemerolehan Sertifikat Pendidik yang selanjutnya akan diikuti oleh penghargaan berupa tunjangan profesi. Ketentuan ini berlaku bagi semua guru dan dosen, termasuk bagi guru sekolah dasar (SD). Menurut PP No. 19/2005, pasal 29, ayat (2), seorang guru SD/MI minimal harus mempunyai kualifikasi akademik sarjana (S1) atau D-IV, serta sertifikat profesi untuk guru SD/MI. Sehubungan dengan persyaratan ini, perlu segera dirancang program pendidikan seperti yang diamanatkan oleh UU No. 14 Tahun 2005 dalam bentuk yang dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi akademik maupun pengelolaan. Hal ini tentu merupakan pekerjaan besar, bak hutan belantara, yang masih harus dirambah dan dirancang dengan penuh kehati-hatian. Adanya persepsi yang beragam tentang program pendidikan profesi ini perlu ditangani terlebih dahulu dengan mengupayakan penyamaan wawasan, sehingga terdapat persepsi yang sama di antara berbagai pihak yang terlibat/berkepentingan dalam masalah ini.
Lahirnya Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memberikan harapan baru bagi dunia pendidikan di Indonesia, khususnya bagi pengembangan profesi guru dan dosen. Ke depan diharapkan pengembangan guru dan dosen menjadi lebih tertata dan tersistem, yang pada gilirannya mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia secara keseluruhan. Melalui implementasi undang-undang tersebut, pemerintah diharapkan mampu menyiapkan calon-calon tenaga pendidik yang handal melalui berbagai LPTK, di samping meningkatkan kinerja guru dan dosen yang sudah ada.
Dalam salah satu bagian dari undang-undang tersebut dinyatakan bahwa upaya peningkatan profesionalisme sekaligus kesejahteraan guru dan dosen adalah dengan melakukan pendidikan profesi dan sertifikasi. Mengantisipasi dilaksanakannya peraturan tersebut maka perlu dilakukan berbagai persiapan (baik oleh LPTK penghasil calon guru maupun guru-guru yang sudah ada), sehingga pada saatnya nanti tidak mengalami kendala yang berarti.
Perubahan paradigma profesi pendidik perlu dipahami, baik oleh dosen maupun guru. Berbagai aspek terkait dengan pendidikan profesi dan sertifikasi sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pendidik, perlu diketahui karena cepat atau lambat guru dan dosen akan terkena aturan tersebut.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah menegaskan persentase dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk dialokasikan bagi pembiayaan pendidikan. Niat baik di balik amandemen itu adalah kesadaran bahwa dunia pendidikan memerlukan pembenahan yang mendasar dan sungguh-sungguh.
”Anggaran pendidikan telah meningkat demikian besar. Alokasi APBN untuk Depdiknas merupakan alokasi paling besar yang diberikan kepada lembaga pemerintahan, kenaikannya sangat signifikan, namun tentu saja masalah pendidikan bukan semata-mata tergantung kepada besarnya anggaran, tapi membangun fasilitas pendidikan yang memadai, menyediakan tenaga guru dan dosen yang memiliki kualitas serta kemampuan yang tinggi juga merupakan faktor yang perlu mendapatkan perhatian. Lebih dari itu, kurikulum pendidikan nasional juga harus terus menerus dilakukan evaluasi agar tetap sejalan dengan kebutuhan perubahan zaman dan tantangan masa depan. ”Agar output pendidikan sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja yang tersedia di negeri kita, baik di sektor pertanian, industri, maupun di sektor jasa”..
Satu hal yang tidak kalah pentingnya, adalah menyadarkan para orang tua tentang betapa pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. ”Sesungguhnya hanya pendidikan lah yang akan mampu mengubah masa depan seseorang. Untuk itu pemerintah telah membebaskan biaya pendidikan bagi keluarga miskin. Pemerintah juga telah memberikan bantuan operasional sekolah ( BOS ) agar kendala biaya dan fasilitas pendidikan dapat diatasi. ”Di berbagai daerah bahkan, pemerintah daerah telah membebaskan biaya pendidikan hingga jenjang SMA. Demikian juga kesehatan, diharapkan makin berkualitas, murah, dan gratis. Rakyat miskin bebas berobat di Puskesmas dan di rumah sakit.
Dunia pendidikan dan dunia ketenagakerjaan adalah dua dunia yang saling berhubungan secara fungsional. Masalah yang terjadi pada dunia ketenagakerjaan tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terjadi pada dunia pendidikan. ”Dunia ketenagakerjaan memiliki paradigma dan logika tersendiri yang dalam prakteknya tidak selalu sejalan dengan paradigma dan logika dunia pendidikan.
Pertumbuhan dunia ketenagakerjaan tidak pula selalu berbanding lurus dengan pertumbuhan dunia pendidikan. ”Itulah sebabnya kita harus terus mencurahkan perhatian dan pemikiran untuk merumuskan sistem kebijakan dan formula yang tepat agar dapat mensinergikan dua dunia yang berbeda namun saling terkait ini,”.
Setiap tahun Pasar tenaga kerja dibanjiri jutaan tenaga kerja baru. Jumlah angkatan kerja baru jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja setiap tahunnya selalu mengalami kesenjangan. Angkatan kerja bertambah terus, baik yang berpendidikan SMA maupun sarjana, bahkan lulusan SMP dan SD. Hal ini bukan semata-mata disebabkan oleh kurang sesuainya pendidikan dan ketenagakerjaan, tetapi juga karena tidak mudahnya membuka lapangan pekerjaan baru. ”Membangun dan memperluas lapangan kerja harus dikerjakan bersama-sama oleh pemerintah dan dunia usaha,”.
II. DUNIA KETENAGAKERJAAN DAN DUNIA USAHA
Sebagaimana yang telah kami singgung didepan bahwa dunia pendidikan dan dunia ketenagakerjaan merupakan dua dunia yang saling berhubungan secara fungsional. Pembangunan ketenakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual. Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan disebutkan dalam Pasal 1 (1) Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja, (2)Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Sementara Dalam UU No14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan dalam pasal 1 (1) Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah; (2) Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Hubungan kedua Undang-Undang tersebut sebenarnya terletak pada profesi guru sebagai tenaga kerja yang ditekankan pada Profesionalitas seseorang guru atau dosen. Dalam UU guru dan dosen tersebut Pasal 1 (3) Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan sebagai berikut:
mengangkat martabat guru dan dosen;
menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen;
meningkatkan kompetensi guru dan dosen;
memajukan profesi serta karier guru dan dosen;
meningkatkan mutu pembelajaran;
meningkatkan mutu pendidikan nasional;
mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi;
mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan
meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi:
penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas;
penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional;
peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional; dan
peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
III. KESEJAHTERAAN GURU DAN MUTU PENDIDIKAN
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menyatakan bahwa peningkatan kesejahteraan guru dan dosen sangat terkait dengan mutu pelayanan. Oleh karena itu, dalam UU Guru dan Dosen tidak hanya diatur menyangkut permasalahan kesejahteraan, tetapi juga tentang peningkatan mutu dan pelayanan pendidikan, yang mengatur guru dan dosen sebagai profesi. Menyangkut persyaratan menjadi guru yang profesional dalam kerangka pemerataan dan perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan;
”Konsekuensi dari itu semua bahwa kalau mereka memenuhi persyaratan profesi dan pelayanan mutu, kesejahteraan mereka pun otomatis menjadi lebih baik.
Dalam UUD 45 dan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasinal, diamanatkan alokasi anggaran untuk bidang Pendidikan sebesar 20% dari total anggaran (APBN dan APBD). Hal ini terkait upaya untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan dan tenaga pendidik yang dalam hal ini adalah guru dan dosen.
Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen juga memberikan sinyal bahwa kesejahteraan guru akan ditingkatkan. Guru yang memenuhi kualifikasi akademik dan mengantongi sertifikat sebagai pendidik dijanjikan mendapatkan tunjangan sebesar satu kali gaji pokok. Belum lagi tambahan tunjangan fungsional sebesar Rp 500.000 per bulan.
Peningkatan kesejahteraan guru itu membuat yang tak pernah punya keinginan jadi guru harus berpikir ulang. Artinya profesi guru yang dulunya kurang diminati sekarang menjadi salah satu profesi yang menjanjikan untuk dapat hidup sejahtera. Kunci sukses pendidikan memang terletak pada kualitas dan kesejahteraan guru.
Pembangunan pendidikan Kota Tarakan tidak dapat lepas dari perkembangan lingkungan strategis, baik lokal, regional, nasional maupun global. Pendidikan harus dibangun dengan mempertimbangkan keterkaitannya secara fungsional dengan berbagai kondisi lingkungan dan bidang kehidupan, yaitu kondisi sosial, budaya, dan ekonomi, yang masing-masing lingkungan dan bidang kehidupan itu memiliki persoalan dan tantangan yang kompleks.
Ditinjau dari dimensi sektoral, pembangunan pendidikan bukan semata-mata membangunan SDM dalam kerangka penyiapan tenaga kerja, tetapi lebih dari itu pembangunan pendidikan dalam jangka lima tahun ke depan harus di lihat dalam perspektif pembangunan manusia seutuhnya. Oleh karena itu sudah seharusnya pembangunan pendidikan mencakup pembangunan manusia berkualitas dengan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia, yang mampu mengamalkan nilai-nilai agama, memahami seni atau, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta potensi fisik yang berkualitas dengan olah raga.
Ditinjau dari lingkungan strategis lokal, pendidikan harus lebih berperan dalam membangun seluruh potensi yang ada pada daerah baik berkaitan dengan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi sehingga pendidikan dapat membangun sumberdaya manusia menjadi subyek yang berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan Kota Tarakan.
Pembangunan pendidikan Kota Tarakan juga harus merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Kota Tarakan yang berkualitas, maju, mandiri dan modern dan dapat mendukung visinya yaitu menjadi ”Kota pusat pelayanan perdagangan dan jasa yang berbudaya, sehat, adil sejahtera dan berkelanjutan”. Pembangunan pendidikan hendaknya menghasilkan insan-insan yang akan menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi didaerah. Oleh karena itu harus mampu melahirkan lulusan yang bermutu, memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis, yang memadai, serta memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi salah satu pilar penting dalam aktivitas perekonomian.
Dalam kontek pembangunan regional, pembangunan pendidikan pendidikan Kota Tarakan hendaknya dapat memberikan sumbangan bagi meningkat dan majunya pembangunan regional. Ini berarti bahwa pembangunan pendidikan bukan semata-mata bersifat pembangunan lokal tetapi mempunyai keterkaitan dengan kondisi dan situasi regional seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.
Pembangunan pendidikan seharusnya mempunyai komitmen terhadap perkembangan nasional. Hal yang demikian hendaknya diikuti dengan pembangunan pendidikan di daerah yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan pembangunan pendidikan secara nasional. Walaupun demikian sebagai daerah otonom, Kota Tarakan mempunyai kewenangan menentukan prioritas sesuai dengan kebutuhan dan kepentinggan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerahnya.
Isu pendidikan global, seperti misalnya pendidikan bagi semua dan bebas biaya setidaknya pada jenjang pendidikan dasar, perlu mendapat perhatian. Mengusahakan agar tidak ada lagi warga negara yang buta aksara, peningkatan mutu dan kesetaraan gender, pemihakan kepada masyarakat miskin yang mempunyai potensi dan kecerdasan istimewa kiranya termasuk yang harus menjadi komitmen pembangunan pendidikan di daerah.
Dalam lima tahun mendatang pembangunan pendidikan di Kota Tarakan dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama dalam upaya meningkatkan kinerja dalam (a) pemerataan dan perluasan akses, (b) peningkatan mutu dan relevansi, (c) penataan manajemen dan kelembagaan, dan peningkatan pembiayaan. Dalam era otonomi dan desentralisasi, dimana peran daerah otonom semakin luas, Pemerintah Daerah perlu melakukan perubahan, penyesuaian, dan pembaharuan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis, yang memberi perhatian pada kemadirian dan mendorong partisipasi masyarakat tanpa kehilangan wawasan nasional.
III. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan dalam Seminar Nasional ” Implementasi Undang-Undang Guru dan Dosen dalam Perspektif Undang-Undang Ketenagakerjaan”, semoga apa yang menjadi harapan kita semua untuk dapat meningkatkan profesionalisme Guru dan Dosen sebagai tenaga Pendidik yang handal dapat terwujud dan yang tak kalah pentingnya adalah kesejahteraan guru dan dosen dapat terwujud, sehingga mutu pendidikan dapat lebih meningkat.

Tidak ada komentar: